Rabu, 14 Januari 2009

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

1. Pendahuluan

Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak. Karena sifatnya maka banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahaminya. Dari sulitnya memahami ditambah dengan metode pembelajaran guru yang konvensional membuat siswa semakin tidak menyenamgi pelajaran matematika. Hal ini menyebabkan prestasi belajar matematika rendah.
Setiap guru, terutama guru matematika dituntut terus meningkatkan sikap profesionalisme dengan selalu berusaha melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab. Beberapa kegiatan yang meningkatkan keprofesionalan guru antara lain mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi, berusaha mencari dan mencoba metode-metode pembelajaran baru yang efektif, serta mengikuti kegiatan pengembangan profesi seperti pertemuan MGMP Matematika.
Dalam pengembangan pembelajaran matematika beberapa hal yang perlu disiapkan adalah menyiapkan sumber belajar, Lembar Kerja Siswa, alat peraga, Skema pembelajaran , assessment (penilaian), serta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

2. Menyiapkan Pembelajaran di SMP.
A. Menyiapkan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang berupa informasi, data, orang maupun bentuk tertentu yang dapat dijadikan acuan dan dapat digunakan oleh siswa dalam proses pembelajarannya.
Sumber belajar dapat berupa apa saja yang dapat digunakan untuk membantu siswa belajar dan mewujudkan kompetensinya. Sumber belajar ini dapat berupa orang, pesan, bahan, alat, teknik maupun latar (AECT, 1994). Dalam proses pembelajaran sumber belajar dapat dimanfaatkan secara tunggal maupun dikombinasikan.
Dari berbagai macam sumber belajar, baru buku teks dan guru yang dimanfaatkan. Padahal masih banyak sumber belajar lain yang dapat dimanfaatkan seperti lingkungan alam sekitar.
Menurut Ditjend Dikti (1983 : 38-39) guru harus memiliki kemampuan khusus yang berkaitan dengan sumber belajar, antara lain 1) kemampuan menggunakan sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran, 2) mengenalkan dan menyajikan berbagai sumber belajar, 3) menjelaskan peranan berbagai sumber belajar, 4) menyusun berbagai tugas menggunakan berbagai sumber belajar, 5) mencari sendiri bahan dari berbagai sumber, 6) memilih bahan sesuai dengan prinsip dan teori belajar, 7) menilai keefektifan penggunaan sumber belajar sebagai bahan pembelajaran.
Macam-macam sumber belajar secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber belajar yang sudah ada dan sumber belajar yang dibuat. Sumber belajar yang tersedia dapat berupa lingkungan alam, orang sekitar, guru dan sebagainya, Sedangkan sumber belajar yang dibuat berupa media massa yang terdiri dari media cetak seperti buku, majalah, Koran, tabloid. Sedangkan media elektronik dapat berupa TV, VCD, internet dan sebagainya.
Langkah-langkah memilih sumber belajar adalah menentukan terlebih dahulu SK, KD, dan indicator yang berkaitan dengan materi yang dipelajari untuk selanjutnya mencari sumber belajar yang relevan dengan materi tersebut.

B. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa
LKS ( Lembar Kerja Siswa) adalah suatu lembar kerja yang dibuat oleh guru dengan tujuan mengarahkan siswa pada penguasaan konsep. LKS merupakan salah satu jenis alat bantu pembelajaran bahkan ada juga yang menganggap LKS sebagai alat peraga pembelajaran.
LKS berupa lembaran kertas yang berisi informasi maupun pertanyaan-pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa. LKS ini digunakan untuk mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam belajar baik digunakan sebagai penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan pengembangan.
Tujuan LKS dalam pembelajaran adalah memberkan pengetahuan , sikap dan ketrampilan yang diperlukan siswa dalam pembelajaran, mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan, mengembangkan dan menerapkan materi yang sulit disampaikan secara lisan.
Sedangkan manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS adalah untuk mengaktifkan siswa, membantu siswa mengembangkan konsep, melatih siswa menemukan dan mengembangkan ketrampilan proses serta membantu menambah informasi tentang konsep yang dipelajari.
Ada dua macam LKS yang dikembangkan, yaitu LKS tak terstruktur dan LKS yang terstruktur. LKS tak terstruktur berisi sedikit informasi atau petunjuk yang mengarah pada materi, sedangkan LKS terstruktur dilengkapi dengan petunjuk dan pengarahan.

C. Menyiapkan Alat Peraga
Alat peraga merupakan bagian dari media belajar, dimana media belajar sendiri merupakan semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses pembelajaran , baik yang berwujud perangkat lunak maupun perangkat keras. Media belajardapat berbentuk alat peraga maupun sarana.
Alat peraga merupakan media pembelajaran yang membawakan cirri-ciri konsep yang dipelajari sedangkan alat peraga matematika adalah seperangkat benda kongkrit yang dirancang, dibuat dihimpun dan disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika.
Fungsi alat peraga adalah sebagai media dalam menanamkan konsep matematika, media memantapkan pemahaman konsep serta media untuk menunjukkan hubungan antar konsep matematika dengan lingkungan sekitar dan aplikasinya dengan kehidupan nyata.
Adapun macam-macam alat peraga dapat berupa benda kongkrit, model maupun charta.
D. Menyiapkan skema Pembelajaran
Skema pembelajaran adalah langkah-langkah atau alur kegiatan untuk sampai pada materi yang dipersiapkan oleh guru. Tujuan dibuatnya skema pembelajaran adalah agar pembelajaran menjadi lebih kondusif dan efektif.
Manfaat dari skema pembelajaran adalah member arah bagi gurur dalam mengelola pembelajaran, menerapkan metode dan model pembelajaran. Manfaat yang lain adalah mempermudah siswa dalam merespon berbagai petunjuk yang diberikan oleh guru.
Langkah-langkah :
a. dari sisi pencapain kompetensi
Tahap I : Atitude
Tahap II : Methode
Tahap III : Content
b. dari sisi struktur
Tahap I : Pembukaan
Tahap II : Kegiatan inti
Tahap III : Penutup
c. dari sisi pola interaksi
Tahap I : Klasikal
Tahap II : Kelompok
Tahap III : Individu
d. menurut BLOOM
Tahap I : Ingatan
Tahap II : Penalaran
Tahap III : Analisis
Tahap IV : Sintesis
Tahap V : Evaluasi
e. dari sisi pencapaian
Tahap I : Will
Tahap II : Atitude
Tahap III : Knowledge
Tahap IV : Skill
Tahap V : Experience

E. Menyiapkan assessment (penilaian)
Assesment atau penilaian adalah proses sistematis yang meliputi informasi (angka, deskripsi verbal) analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk membuat keputusan mengenai pencapaian hasil belajar.
Prinsip-prinsip penilaian adalah valid, obyektif, adil, bermakna, mendidik, menyeluruh dan berkesinambungan. Sedangkan tujuan dari penilaian adalah untuk menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu, menentukan kebutuhan pembelajaran dan membantu serta mendorong siswa dan guru meningkatkan kualitas pendidikan.
Teknik atau cara penilaian antara lain dengan unjuk kerja (performance), penugasan (project), hasil kerja (product), tertulis (paper), portopolio.

F. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
Komponen RPP minimal meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, serta penilaian hasil belahjar.
Adapun langkah-langkah menyusun RPP adalah
1. Mengisi identitas.
2. Menentukan alokasi waktu.
3. Menentukan SK, KD serta indikatornya
4. Merumuskan tujuan pembelajaran.
5. Mengidentifikasi materi ajar.
6. Menentukan metode pembelajaran.
7. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran.
8. Menentukan alat/ bahan/ sumber belajar
9. Menentukan criteria penilaian, lembar pengamatan serta contoh soal.

3. Kesimpulan
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran matematika berbagai hal yang perlu disiapkan sebelum pembelajaran matematika di SMP adalah menyiapkan sumber belajar, LKS, alat peraga, skema pembelajaran, assessment, rencana pelaksanaan pembelajaran matematika.

Daftar Pustaka
AECT. 1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for Education Communication and Technology.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1983. Teknologi Instruksional. Jakarta: Ditjen Dikti, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Hasil Diskusi
Internet

MEMAKNAI PENDIDIKAN

MEMAKNAI PENDIDIKAN
Pendahuluan
Masalah pendidikan hingga saat ini menjadi persoalan krusial kemanusiaan. Karena didalamnya terkait berbagai persoalan seperti kualitas sumber daya manusia dan kaitannya dengan kelangsungan hidup di masa depan.
Dari rumusan tentang pendidikan yang sudah banyak dikemukakan oleh para ahli secara umum intinya bahwa pendidikan itu merupakan sebuah aksi yang membawa individu atau kelompok/ organisasi keluar dari kondisi tidak merdeka, tidak dewasa, kearah sebaliknya. Didalamnya terjadi proses partisipatif, penyadaran dan pembentukan pribadi yang berkelanjutan di dalam menghadapi perubahan sosial yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian hakekat pendidikan dalam konteks yang sangat luas memiliki definisi dan makna yang berbeda bagi seorang akademisi dengan seorang petani di desa. Perbedaan pemahaman tersebut lahir dari situasi dimana pengalaman atau makna hidup yang dialami tiap-tiap orang berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa makna pendidikan tidak muncul dari lembaga formal seperti sekolah , melainkan pendidikan itu akan memiliki makna yang hakiki dalam “dunia” dimana orang tersebut menjalani proses hidup dan kehidupannya secara benar.
Proses Dialog
Globalisasi pendidikan yang menggejala dewasa ini sangat mempengaruhi pola pikir dan paradigma para pendidik dan peserta didik terutama paradigma dan pola pikir yang bersifat instan. Akibat dari perubahan tersebut maka ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperolehnya dianggap sebagai produk bukan sebuah proses yang dapat terus dikembangkan di masa datang
Pemerintah yang bertanggung jawab bagi terselenggaranya pendidikan di negara ini melalui perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang tersebar diberbagai pelosok desa dan kota, seharusnya mampu menjadikan pendidikan yang berlangsung sebagai proses partisipatif dan antisipatif terhadap perubahan-perubahan sosial dan kemasyarakatan yang terus berubah dan berkembang dengan cepat. Sebab hanya melalui pendidikan itulah akan terjadi proses kesadaran, penyadaran dan pengkondisian diri serta penanaman kemerdekaan dan pencerahan diri sebagai hamba Tuhan.
Namun kenyataannya proses pendidikan yang terselenggara dalam masyarakat telah memunculkan distorsi bahkan proses dialektis antara pendidikan dan kultur yang ada di masyarakat itu sendiri. Saat ini muncul gejala ketidakadilan sosial akibat orientasi pendidikan yang terlalu berorientasi elitis. Hubungan timbal balik yang dulu terjalin dengan baik antara sekolah dan kultur di masyarakat saat ini sudah tidak ada lagi. Dahulu dapat dirasakan bahwa kualitas pendidikan akan dapat menciptakan kultur baru di masyarakat. Begitu pula sebaliknya. Kultur dalam masyarakat pun akan semakin memberikan orientasi baru pada suatu karya pendidikan. Keadaan tersebut sekarang ini telah tereduksi menjadi krisis dalam bentuk ketidakadilan pendidikan.
Dengan demikian bila pendidikan dalam masyarakat akan kembali bermakna maka perlu ada upaya dialogis yang bersifat kultural sekaligus politis, tak hanya sekedar perubahan teknis atau pedagogis semata.
Pembaharuan Pendidikan
Hakekat pendidikan yang demokratis adalah pemerdekaan. Tujuan pendidikan dalam negara yang demokratis adalah membebaskan anak bangsa dari kebodohan, kemiskinan dan berbagai perbudakan lainnya. Dengan kata lain melalui pendidikan akan muncul pintu persamaan.
Pembaharuan pendidikan yang diselenggarakan harus meliputi adanya undang-undang pendidikan yang mengatur kegiatan pendidikan tinggi, menengah dan dasar, serta aturan lain yang mensinergikan peran masyarakat dalam pendidikan. Pembaharuan pendidikan harus mengarah pada peningkatan proses pembelajaran yang berlangsung antara pendidik (guru) dengan peserta didik melalui proses yang aktif, interaktif dan komunikatif.
Pembaharuan pendidikan sebagai sebuah proses maka penilaian bukan hanya pada hasil akhirnya saja tetapi juga pada proses itu sendiri sebagai indikator keberhasilan hidup yang berkesinambungan.
Peran Guru
Ki Hajar Dewantoro pernah mengatakan semua orang punya potensi jadi guru dan bentangan alam adalah tempat pembelajaran yang sempurna. Jika pernyataan tersebut dihubungkan dengan visi pendidikan sekarang yang ingin dibangun, maka fungsi dan peran guru sekarang dan masa depan harus mampu mengisi ruang–ruang kosong yang menjadi jarak antara realitas empiris (kenyataan sehari-hari peserta didik) dengan idealitas ( gambaran ideal peserta didik).
Guru dan peserta didik harus menjadi manusia pembelajar yang mampu menghidupkan tradisi intelektual melalui aktifitas diskusi dan tradisi bertanya serta membangun komunikasi yang egaliter. Manusia pembelajar sepanjang hidupnya adalah manusia partisan yang terus menerus terlibat dalam perubahan sosial dengan cara menghidupkan kembali kesadaran-kesadaran kritis.
Masalah yang sekaligus menjadi dilema bagi guru sekarang adalah munculnya anak didik generasi mall dengan ciri-ciri santai, malas, manipulatif, tidak jujur pada diri sendiri dan orang lain, mengutamakan penampilan mewah dan kontradiktif dengan pola berfikirnya ingin serba mudah, instan dan jalan pintas.
Masalah tersebut diperparah dengan adanya ketidakberdayaan guru dalam jeratan birokratis, dimana banyak guru yang tidak lagi memahami adanya pengaruh politik dalam pendidikan yang menyebabkan guru tidak lagi berani mengambil sikap. Padahal guru sebagai agen perubahan sosial tidak bisa bersikap netral. Secara alamiah dunia pendidikan bersifat politis. Sebab tatkala seorang guru mempelajari suatu disiplin ilmu tertentu, ternyata pada prakteknya hal itu menjadi suatu tindakan politik. Gagasan-gagasan pengetahuan yang dikembangkannya dapat bersifat semacam filsafat politik.
Pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh guru tidak harus menjadikan semua konsep pendidikan berubah. Perubahannya dapat terbatas hanya pada proses dan paradigma yang disesuaikan dengan perkembangan jaman. Yang menjadi fokus dalam pembaharuan pendidikan adalah budaya disiplin. Guru harus menjadi saksi proses lahirnya budaya disiplin dalam proses pembelajaran. Sekolah dan guru sebagai ujung tombak pembelajaran dalam pendidikan harus dapat mempertahankan sense of identity and continuity. Budaya disiplin di kelas yang hidup, tumbuh dan berkembang harus bersifat umpan balik dan kondisi tersebut dapat berlangsung dan berhasil sempurna bila ada partisipasi aktif antar komponen yang ada didalamnya dan hal itu baru muncul jika situasi lingkungan berubah dengan cepat.
Untuk itulah peran guru dalam proses pembaharuan pendidikan haruslah mampu membawa peserta didik memiliki kesadaran akan masa depannya, menumbuhkan harapan-harapan baru, mengembangkan proses pendewasaan diri serta menjelaskan arah dan tujuan hidup peserta didik dimasa depan. Dengan demikian peran guru yang hebat adalah dapat mengilhami siswanya melalui empat tindakan nyata, yaitu melihat, percaya, bertindak dan menyelesaikannya.
Perubahan Orientasi Pendidikan
Disinyalir bahwa arah dan visi pendidikan saat ini telah memunculkan ketimpangan sosial di masyarakat. Dominasi sekolah professional atas sekolah formatif telah menimbulkan krisis pendidikan. Orientasi elitis yang ada di sekolah professional dengan fasilitas yang lengkap memungkinkan mereka dapat mengakses informasi teknologi yang lebih lengkap dibandingkan sekolah formatif yang ada di pinggiran kota dengan kualitas pendidikan yang bersifat pinggiran pula. Pendekatan teknis ekonomis demi kepentingan praktis yang dilakukan di sekolah-sekolah professional tidak dapat lagi didamaikan dengan pendekatan estetis/etis yang formatif dan tidak praktis.
Proses pembelajaran yang bersifat teknis ekonomis saat ini (serba instan) menjadikan peserta didik robot-robot intelektual yang dapat bekerja pada lapangan pekerjaan tertentu saja. Proses tersebut jelas bertentangan dengan esensi pendidikan itu sendiri yang ingin memartabatkan manusia melalui bakat, talenta yang dimilki secara maksimal. Keadan tersebut akan menyebabkan mayoritas peserta didik akan lambat bertindak, frustasi, mengalami keletihan dan akhirnya kehilangan arah tujuan hidup.
Proses Penyadaran
Kenyataan bahwa banyak peserta didik yang selalu mengatakan apa yang guru inginkan atau memberikan jawaban dengan ungkapan yang meniru mentah-mentah apa yang diucapkan gurunya merupakan gejala yang ditemui disekolah-sekolah. Padahal terjadinya proses tersebut pada peserta didik menjadi cermin yang akhirnya melumpuhkan peran intelektual guru itu sendiri. Bila kebiasan tersebut tetap berlangsung maka akan timbul menurunnya kreatifitas dan menjadikan sekolah tersebut tempat yang terburuk bagi guru dan peserta didik , karena telah kehilangan “roh pendidikan” yang hakiki, yaitu kemerdekaan.
Dihilangkannya proses kritis dari peserta didik melalui metode ancaman, hukuman atau pemasungan argumentasi (tidak boleh bertanya, mengapa ?) dapat menyebabkan proses pendidikan tersebut kehilangan emosinya yang akhirnya akan melahirkan pikiran-pikiran yang kerdil, naïf dan instan pada peserrta didik.
Untuk menumbuhkan kembali situasi yang syarat dengan makna pendidikan maka diperlukan proses penyadaran melalui :
1. Membongkar semua realitas sosial stakeholder melalui metode bertanya mengapa. Guru harus berani bertanya pada diri sendiri untuk siapa dan kepada siapa mereka bekerja. Peserta didik pun harus berani bertanya mengapa itu bisa terjadi dan mengapa ini harus dipelajari.
2. Melakukan dialog kritis terhadap realitas sosial. Hal ini bertujuan agar tidak muncul sikap fanatic dan budaya kekerasan. Tetapi diarahkan pada pemahaman tentang kompleksitasnya realitas sosial yang ada di masyarakat.
3. Menegakkan karakter pengetahuan yang bersifat otonom dan terbuka, hal ini bertujuan agar makna pendidikan dan pembelajaran bukan lagi proses instan tetapi suatu tahap refleksi diri dengan sikap rendah hati untuk terus belajar dan mengembangkan diri sepanjang hidupnya.
4. Kesadaran yang menumbuhkan jiwa kebersamaan melalui kegiatan berorganisasi bermasyarakat secar cultural, ideology dengan tujuan filosofinya menuju pembentukan kematangan dan pendewasaan jati diri sebagai anak bangsa yang bermartabat.
Penutup
Melalui proses pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh guru yang hebat, berwibawa, ahli dan mengilhami, dengan kemampuan komunikasi timbal balik yang baik akan dapat memunculkan persepsi baru dan harapan baru. Adanya dukungan optimal dari seluruh peyelenggara pendidikan, melalui tindakan nyata yang dilakukan bersama-sama maka akan dapat mengembalikan makna pendidikan pada bingkai pemerdekaan dan pencerahan kemanusiaan.

REFLEKSI GURU MATEMATIKA IDEAL

REFLEKSI GURU MATEMATIKA IDEAL
REFLEKSI GURU MATEMATIKA IDEAL
Pendahuluan
A.Latar Belakang
Menjadi guru ideal ? Suatu cita-cita yang mulia meskipun sulit untuk mewujudkannya. Namun demikian bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Peran guru sampai saat ini bagaimanapun juga masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Dalam proses pembelajaran di sekolah peran guru selain sebagai sumber pembelajaran juga sebagai sutradara pembelajaran di kelas.. Sejalan dengan perubahan paradigma pembelajaran saat ini guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran ( teacher centered) namun siswalah sebagai pusat pembelajaran (student centered). Dengan perubahan paradigma ini peran guru semakin diminimalkan. Siswa sebagai manusia muda pada hakekatnya sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu mungkin dapat berkembang sekalipun peran guru sangat kecil dalam proses pembelajarannya. Namun sebagai makhluk sosial tetap saja dibutuhkan interaksi antara siswa dengan orang lain, baik dengan sesama siswa maupun dengan guru dan masyarakat sekitar.
Sebagai manusia, siswa sudah dibekali oleh Sang Khalik dengan berbagai kecerdasan dimana kecerdasan-kecerdasan itu pada akhirnya akan mendorongnya menjadi manusia yang sukses. Kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan itu dapat berkembang dengan baik tidak hanya semata-mata peran satu orang saja namun juga peran semua orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembelajaran siswa. Orang tua, masyarakat lingkungan sekitar tempat tinggal siswa, guru, masyarakat di lingkungan sekolah adalah orang-orang yang ikut berperan dalam pembelajaran siswa.
Proses pembelajaran merupakan proses yang tidak terbatas. Pembelajaran berlangsung tidak memperhatikan dimana, bagaimana, kapan atau pada usia berapa pembelajaran terjadi. Proses pembelajaran berlangsung seumur hidup, sepanjang hayat mulai seseorang lahir sampai akhir hidupnya. Proses pembelajaran merupakan tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan individu dalam aspek fisik, daya jiwa ( akal, rasa, kehendak), sosial dan moralitas dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia serta hubungannya dengan Tuhan.
Melihat betapa pentingnya proses pembelajaran bagi manusia, terlepas sedikit atau banyak, peran seorang guru sangat penting. Guru sebagai sosok pribadi, manusia yang monopluralis memiliki banyak kelemahan dan kelebihan. Namun demikian kelemahan yang dimilikii seorang guru selayaknya tidak menjadi penghambaat dari berlangsungnya proses pembelajaran itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Melihat betapa pentingnya peran seorang guru dalam proses pembelajaran maka masalah yang diambil dalam makalah ini adalah : Bagaimana sosok guru matematika yang ideal ?
Pembahasan
Menurut Notonagoro dalam Dwi Siswoyo (2008 : 10) manusia adalah makhluk monopluralis, yaitu manusia yang memiliki banyak unsur kodrat (plural) namun merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Jadi manusia terdiri dari banyak unsur kodrat yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Namun jika ditinjau dari segi kedudukannya, susunan dan sifatnya manusia bersifat monodualis. Dari segi kedudukan kodratnya manusia yaitu sebagai makhluk individu atau pribadi dan makhluk Tuhan. Dari susunan kodratnya manusia terdiri dari unsur raga dan jiwa. Dari segi sifat kodratnya manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Karena itulah manusia disebut sebagai makhluk mono pluralis.
Manusia menurut Tirtarahardja dalam Dwi Siswoyo (2008:11) merupakan makhluk berdimensi banyak, yaitu dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman. Dimensi keindividualan bahwa manusia memiliki keunikan. Setiap manusia memiliki potensi untuk berbeda dengan orang lain. Karenanya manusia memiliki kehendak, perasaan, cita-cita yang berbeda. Dimensi kesosialan bahwa manusia memiliki potensi untuk bersama dengan orang lain, berinteraksi dengan sesamanya. Dimensi kesusilaan bahwa manusia mempunyai potensi moralitas atau kesusilaan, yaitu bahwa dalam diri manusia ada kemampuan untuk berbuat kebaikan. Manusia susila menurut Drijakara dalam Dwi Siswoyo(2008:12) adalah manusia yang memilikii nilai-nilai, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dimensi keberagaman bahwa manusia adalah makhluk religious, yaitu mengakui adanya kekuatan diluar dirinya yang disebut dengan Tuhan.
Dari berbagai pengertian dan hakekat manusia maka guru dalam proses pembelajaran juga harus memandang siswa sebagai makhluk monoplularis. Dengan demikian maka semua potensi yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang dengan optimal. Begitu juga sebaliknya bahwa guru juga manusia biasa. Karenanya ia pun harus dipandang sebagai makhluk monopluralis juga agar semua potensi yang dimilikinya dapat digunakan untuk memanusiakan manusia dalam proses pembelajaran.
Menurut Carter V Good dalam Dwi Siswoyo(2008:18) pendidikan merupakan proses keseluruhan dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan juga merupakan proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga ia mengalami perkembangan sosial dan kemampuan individual yang optimal.
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari beberapa pengertian pendidikan dan pentingnya proses pembelajaran berlangsung maka sosok guru yang ideal sangat dibutuhkan. Guru tidak hanya dituntut untuk menjalankan tugasnya menyampaikan materi, tetapi juga harus dapat menggali semua potensi yang dimiliki siswanya agar dapat berkembang seoptimal mungkin. Dan untuk dapat melakukan hal tersebut tidaklah mudah. Dibutuhkan pengalaman, pengetahuan, ketrampilan serta kearifan guru untuk dapat memilih hal-hal mana yang perlu disampaikan kepada siswanya, potensi-potensi apa yang dimiliki siswa dan dapat berkembang baik serta menunjang bagi masa depannya.
Guru ideal bukan hanya dapat bersikap professional namun lebih dari itu. Dia juga harus dapat menanamkan nilai-nilai moral yang dimilikinya untuk dapat diterapkan oleh siswa pada kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai moral yang disampaikan kepada siswa tidak hanya lewat ungkapan kalimat semata-mata namun juga disertai contoh penerapan yang dilakukan guru dalam kehidupannya sehingga siswa tidak hanya memahami secara teori namun dapat juga melihat secara langsung bagaimana nilai-nilai moral diterapkan oleh guru mereka. Dengan kata lain guru dapat memberikan contoh yang nyata melalui perbuatannya.
Sosok guru ideal tidak hanya dapat menjaga nama baiknya sendiri namun juga harus dapat menjaga nama baik siswa, orang tua siswa bahkan bangsa dan negaranya. Menjaga nama baik tidak hanya lewat prestasi saja namun juga dedikasinya terhadap pendidikan. Jika guru sudah bertekad mengabdikan diri dan ilmunya untuk pendidikan maka sesulit apapun rintangan yang dihadapinya tidak akan membuatnya lemah, namun justru memperkuat diri dan kepribadiannya agar tetap berjuang bagi pendidikan.
Guru ideal tidak hanya dapat menjaga kode etik keguruannya namun juga harus dapat mengajak siswa dan masyarakat sekitarnya untuk dapat berperan aktif menjaga dan mengembangkan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat sebagai salah satu pedoman bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar tercipta masyarakat yang bermoral dan menjadikan agama serta moral sebagai landasan kehidupannya.
Selain itu guru ideal adalah guru yang senantiasa belajar dan belajar untuk menggali semua potensi yang dimilikinya sehingga ia dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran siswa, mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki siswa dan tidak akan puas sebelum pembelajaran yang berlangsung mencapai makna tertinggi bagi siswanya.
Guru, terlepas dari tugas yang diembannya, hanyalah manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan disamping kelebihannya. Namun dalam kekurangan yang dimilikinya ia adalah sosok yang tidak menginginkan siswanya serba kekurangan, baik dilihat secara materi, kekayaan hati, maupun spiritual–religinya.
Potensi-potensi yang dimiliki guru diatas merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru ideal, kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan professional. Keempatnya tidak akan berarti apa-apa jika ia tidak mengerti jati diri, harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Pada akhirnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan lebih bermakna jika ia dapat menerapkan apa yang dianut oleh tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, Ing ngarso sung tulodho , ing madya mangun karso, tut wuri handayani.
Penutup
Pendidikan, dalam hal ini proses pembelajaran, tidak bisa terlepas dari peran seorang guru. Guru matematika yang ideal adalah guru matematika yang dapat mengembangkan semua kompetensi yang ada pada dirinya, kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional.
Keempat kompetensi yang ada dalam diri guru tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada ketulusan untuk mengabdi pada dunia kependidikan. Pengabdian yang ikhlas akan mendorong pada proses pembelajaran siswa yang bermakna.
Akhirnya dipenghujung tulisan ini marilah sebagai pendidik, kita berusaha menjadi guru ideal baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, siswa-siswa kita demi masa depan bangsa dan negara.